Pernyataan Presiden Prabowo Subianto dalam Sarasehan Ekonomi pada 8 April 2025 yang menyebut bahwa regulasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) harus dibuat lebih fleksibel dan realistis, telah menimbulkan perbincangan hangat di kalangan pelaku industri. Pernyataan ini mencerminkan arah baru kebijakan industri yang menekankan efisiensi, daya saing global, dan pendekatan pragmatis dalam menarik investasi.
Selama ini, TKDN diberlakukan untuk mendorong penggunaan produk dan jasa dalam negeri guna memperkuat industri nasional. Namun dalam praktiknya, pelaksanaan TKDN sering kali dinilai rigid, sulit dipenuhi, dan menjadi hambatan dalam proses pengadaan barang dan jasa, terutama dalam sektor teknologi tinggi dan energi.
Baca Juga : Dampak Penerapan Tarif 32% oleh Trump terhadap Ekspor-Impor Indonesia
Dengan wacana pelonggaran atau bahkan penggantian TKDN dengan skema insentif, pemerintah tampaknya ingin menciptakan iklim usaha yang lebih terbuka dan adaptif terhadap dinamika global. Ini bisa menjadi angin segar bagi para investor, terutama asing, yang kerap mengalami kesulitan dalam memenuhi ketentuan TKDN. Namun di sisi lain, hal ini juga menimbulkan kekhawatiran bagi industri dalam negeri yang selama ini dilindungi oleh kebijakan TKDN.
Perubahan kebijakan ini tentu membutuhkan penyesuaian di berbagai lini—baik regulasi, prosedur perizinan, hingga pelaporan dan kepatuhan. Oleh karena itu, pelaku usaha dituntut untuk bersikap proaktif dalam memahami arah kebijakan pemerintah dan mempersiapkan langkah strategis agar tetap relevan dan kompetitif.
Butuh bantuan dalam menavigasi perubahan kebijakan dan proses perizinan usaha Anda? BMG Consulting Group siap membantu Anda dalam setiap tahap perizinan, analisis regulasi, hingga penyusunan strategi kepatuhan yang adaptif dan efektif.
📞 Hubungi kami sekarang dan konsultasikan kebutuhan bisnis Anda bersama para ahli berpengalaman di bidang perizinan industri dan pembangunan!