Memiliki apartemen sering kali dianggap sebagai investasi yang menjanjikan. Namun, sebelum mengambil keputusan, penting untuk memahami berbagai aspek legalitas, salah satunya adalah status Hak Guna Bangunan (HGB). Salah satu konsep yang perlu diperhatikan adalah HGB di atas Hak Pengelolaan Lahan (HPL), yang kerap menjadi dasar hukum bagi pengembang untuk mendirikan apartemen di atas tanah milik pemerintah. Memahami konsep ini dapat membantu Anda menghindari risiko yang merugikan di masa depan.
Apa itu HGB Di Atas HPL?
HGB di atas HPL mengacu pada hak untuk mendirikan dan menggunakan bangunan di atas tanah yang bukan milik pribadi, melainkan dikelola oleh pihak lain, biasanya pemerintah. Dalam kasus apartemen, tanah HPL sering kali menjadi dasar pengelolaan, sehingga status tanah tersebut adalah sewaan, bukan kepemilikan penuh.
Sebagai ilustrasi, Rachmi membeli sebuah unit apartemen di Jakarta Selatan dari pengembang A. Sayangnya, pengembang tersebut mengklaim apartemen memiliki status HGB, padahal tanah tersebut sebenarnya milik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Dengan status HGB di atas HPL, pengembang hanya memiliki hak pengelolaan atas lahan, bukan kepemilikan.
Situasi seperti ini bisa menjadi risiko besar. Jika pengembang tidak mendukung perpanjangan HGB, atau pihak pengelola tanah (seperti Kementerian PUPR) menolak perpanjangan tersebut, pembeli bisa kehilangan hak atas bangunan. Nilai investasi properti juga cenderung lebih rendah karena sifatnya yang tidak permanen.
Baca Juga : Perbedaan SBU dan SIUJK di bidang konstruksi
Hal yang Perlu Diperhatikan Konsumen
Untuk menghindari risiko, pembeli apartemen wajib memeriksa dokumen penting seperti:
- Surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB): Menjamin legalitas bangunan.
- Sertifikat Laik Fungsi (SLF): Menyatakan bangunan layak huni.
Jika pengembang memiliki kedua dokumen ini, apartemen kemungkinan berdiri di atas HGB murni. Sebaliknya, apartemen dengan tanah HPL hanya memberikan Sertifikat Kepemilikan Bangunan Gedung (SKBG), bukan sertifikat hak milik penuh seperti Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (SHMSRS).
Peraturan HGB di Atas HPL
Ketentuan terkait HGB di atas HPL diatur dalam berbagai regulasi:
- Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021
Mengatur hak pengelolaan dan hak atas tanah. - Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 mengenai Cipta Kerja
Menentukan jangka waktu berlakunya HGB di atas HPL untuk periode 15–25 tahun. - Undang-Undang Pokok Agraria (UU PA)
Menyatakan tanah HPL tidak dapat dialihkan atau dijadikan jaminan utang. - Ada pula wacana perpanjangan masa berlaku HGB di atas HPL hingga 90 tahun, namun ini masih dalam tahap pembahasan.
Perbedaan HGB Murni dan HGB di Atas HPL
HGB Murni:
- Tanah milik sendiri
- Masa berlaku hingga 70 tahun.
- Nilai investasi lebih stabil.
- Proses perizinan lebih rumit.
HGB di Atas HP:
- Tanah sewaan dari pihak lain.
- Masa berlaku hanya 15–25 tahun.
- Nilai properti cenderung turun.
- Proses lebih sederhana.
Memahami status HGB yang berada di atas HPL merupakan langkah penting sebelum memutuskan untuk membeli apartemen. Sebagai pembeli, Anda harus cermat memeriksa legalitas dokumen dan memastikan status tanah sesuai dengan kebutuhan investasi Anda. Pastikan apartemen memiliki dokumen lengkap seperti IMB dan SLF, serta hindari risiko dengan memilih properti yang memiliki status hak milik penuh. Dengan pengetahuan yang tepat, Anda dapat membuat keputusan investasi yang aman dan menguntungkan.
Percayakan Pengurusan HGB di Atas HPL kepada BMG Consulting Group!
BMG Consulting Group siap membantu Anda mengurus Hak Guna Bangunan (HGB) di atas Hak Pengelolaan (HPL) dengan layanan profesional dan terpercaya. Dengan pengalaman kami, proses Anda akan menjadi lebih mudah, cepat, dan sesuai regulasi. Hubungi kami sekarang untuk solusi terbaik bagi kebutuhan properti Anda!
CONTACT US
Hotline: (6221) 86908595/96
Whatsapp: 081802265000 (XL Axiata)