Lompat ke konten

Jasa Izin Mendirikan Bangunan Perumahan

Jasa Izin Mendirikan Bangunan Perumahan

Tidak sedikit rumah atau bangunan yang didirikan (sudah jadi) tanpa dilengkapi IMB.  Kondisi tersebut menjadikan banyak lahan hijau yang dimanfaatkan untuk perumahan tanpa dilengkapi dengan IMB yang merupakan salah satu syarat untuk mendirikan bangunan. Akibatnya saat muncul persoalan tidak sedikit konsumen (masyarakat) yang menjadi korban.

Banyak konsumen merasa tertipu. Mereka awalnya tidak mengetahui bahwa perumahan yang mereka beli ternyata belum berizin. “Saya baru tahu beberapa tahun kemudian kalau ternyata rumah yang saya huni belum berizin,” kata salah seorang warga perumahan di Jalan Godean yang enggan disebut namanya.

Ketika pertama kali membeli, dia mengaku yang ditanyakan adalah sertifikatnya. Begitu sertifikat ada, warga pun merasa yakin bahwa rumah yang dibelinya tidak akan menemui masalah. “Apalagi dulu pihak pengembang juga berjanji IMB-nya menyusul. Jadi kami merasa tidak ada masalah,” ucapnya.

Namun sejak 2004 hingga sekarang IMB tidak juga kelar diurus. Setelah ditagih  IMB tidak juga keluar, warga pun berinisiatif menanyakan kejelasan izin rumah yang mereka huni ke Kimpraswil Sleman. Ternyata setelah ditelusuri sejak awal, pembangunan perumahan tersebut sudah menyalahi aturan. “Kami baru tahu itu belakangan,” imbuhnya.

Hampir semua warga yang menghuni perumahan itu pun hingga kini belum mengantongi IMB. “Kami bingung mau menagih ke mana. Karena ternyata perusahaan pengembangnya pun sekarang sudah bubar. Terakhir, pada November 2009 warga diminta mengumpulkan sertifikat. Ada perwakilan dari pengembang yang menyatakan bertanggung jawab dan akan menguruskan IMB. Tapi sampai sekarang pun belum ada hasilnya,” keluhnya.

Keluhan senada diungkapkan, Tono (39) warga salah satu perumahan di wilayah Umbulharjo. Permohonan IMBB yang diurus oleh pengembang terkendala gambar rencana bangunan yang tidak sesuai dengan kondisi bangunan di lapangan. Dengan demikian IMBB nya ditolak oleh Pemkot Yogyakarta, dalam hal ini Dinas Perizinan.

Memang saat ini kondisi bangunan ada penambahan pada garasi serta tempat jemuran di lantai dua. Penambahan bangunan tersebut belum seluruhnya digambar oleh pengembang sehingga saat gambar arsitektur diajukan sebagai salah satu syarat permohonan IMBB  ditolak.

Salah seorang pengembang di daerah Sleman, Purdianto mengungkapkan, secara prinsip dirinya tidak terlalu mengalami kesulitan saat melakukan pengurusan IMB. Dengan catatan  izin peruntukan tanahnya jelas dan memenuhi persyaratan yang sudah ditentukan misalnya tidak berada di jalur hijau.

“Memang saat ini pengurusan IMB tidak bisa singkat, tapi membutuhkan waktu yang cukup lama. Namun asalkan memenuhi persyaratan saya kira cukup mudah dan tidak rumit,” ujarnya.

Ayah dari 2 putra itu menambahkan, biasanya untuk mengurus IMB membutuhkan biaya sekitar Rp 1 juta. Kondisi tersebut secara tidak langsung sering menimbulkan keengganan para pengembang untuk mengurus IMB. Namun karena saat ini masyarakat cenderung bersikap kritis, dirinya selalu berusaha untuk memberikan layanan yang terbaik. Di antaranya dengan melengkapi persyaratan IMB saat mendirikan bangunan.

“Terus terang saya sudah sekitar 5 tahun menekuni usaha ini. Awalnya dalam membuat IMB saya lebih banyak menyesuaikan dengan situasi (kondisi). Tapi karena masyarakat semakin kritis mau tidak mau pengembang dituntut lebih baik dalam memberikan layanan,” tandasnya.

Banyaknya keluhan seputar IMB perumahan ini juga dicermati oleh Lembaga Ombudsman Swasta (LOS) DIY. Anggota LOS Andang Djaja Hamzah Putra menegaskan,  terkait perumahan di Sleman ada beberapa hal yang bisa dicermati. Pertama kasus yang masuk di LOS sudah ada 152 kasus dalam kurun waktu 1 tahun 4 bulan. Biasanya orang yang melaporkan itu merupakan perwakilan dari kompleks perumahaan. Dari 152 kasus yang masuk tersebut secara prinsip kasusnya hampir sama yaitu terkait dengan IMB yang belum keluar.

“Saat kami melakukan audiensi dengan Pemda Sleman ternyata ada sekitar 16.000 yang muncul bahkan diprediksikan lebih. Kasus kedua terkait kualitas bangunan dari pengembang,” ungkapnya.

Menurut Andang, banyaknya bangunan yang belum memiliki IMB tersebut dikarenakan oleh beberapa faktor. Selain kondisi lingkungan yang sangat mendukung, booming perumahan yang terjadi sekitar tahun 2000 sampai 2005. Artinya kalau permintaan sudah sedemikian tinggi banyak pemilik modal yang menangkapnya sebagai peluang bisnis. Akibatnya tidak sedikit di antara mereka yang bersikap kurang selektif, sebaliknya hanya berpikir bagaimana agar bisa membuat perumahan.

Ironisnya proses pembuatan perumahan tersebut mengabaikan aturan pemerintah. Misalnya bagi orang yang ingin membangun perumahan idealnya saat mau mengajukan lahan diserahkan dulu pada negara. Setelah itu negara baru menyerahkan dalam wujud Hak Guna Bangunan (HGB) untuk selanjutnya dipecah-pecah oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).

“Biasanya  untuk mengajukan Izin Peruntukkan Tanah (IPT) sehingga bisa diketahui layak tidaknya perizinan baru pengembang bisa membuat site plan untuk diajukan ke Kimpraswil. Seperti sarana jalan, fasilitas ibadah, sarana bermain yang besarnya sekitar 30 persen dari luasan yang akan dibangun. Kalau semua itu sudah jelas dan betul baru bisa diproses. Sayangnya di era globalisasi seperti sekarang pengembang hanya melihat dari sisi bisnis dan mengabaikan aturan yang ada,” paparnya, seraya menambahkan karena sekadar mengejar bisnis ada pengembang yang hanya membangun perumahan sebanyak 4 unit tanpa dilengkapi fasilitas sosial.

Selain jumlah perumahan yang belum memiliki IMB cukup banyak, keterbatasan jumlah SDM secara tidak langsung juga menjadi problem yang belum bisa ditangani secara tuntas. Akibatnya jumlah perumahan yang belum mempunyai IMB semakin banyak dan sulit ditangani. Sayangnya adanya sertifikat hak milik justru menjadi daya tarik tersendiri bagi  masyarakat yang ingin membeli perumahan tanpa memikirkan HGB. Sementara saat ditanya tentang persyaratan perizinan, pengembang selalu menjawab masih dalam proses.

“Untuk melindungi masyarakat saat audiensi dengan Pemda Sleman kami ingin mengadakan suatu kegiatan semacam pertemuan dengan pengembang di Sleman. Terutama pengembang yang bermasalah yang jumlahnya sekitar 50 an, untuk mencari solusi terbaik. Padahal untuk melindungi konsumen Pemda Sleman sudah melakukan berbagai dispensasi. Ironisnya saat ini banyak pengembang bermasalah yang sudah bubar,” jelasnya.

Supaya kasus serupa tidak terulang lagi menurut Andang, alangkah baiknya apabila konsumen lebih cermat dalam membeli atau memilih perumahaan. Pasalnya tanpa adanya sikap kritis dari masyarakat dikhawatirkan hasil yang dilakukan kurang bisa optimal. Apalagi saat ini banyak yang menggunakan jalur hijau untuk area perumahaan.

 
HUBUNGI KAMI:

Hotline : (6221) 86908595/96

Whatsapp : 081802265000

Email : binamanajemenglobal@gmail.com, bmgperizinan@gmail.com

Konsultasi dengan Kami